Minggu, 23 Februari 2014

Life is Never Flat part 3


Hihihi... udah kayak donlot film aja niih sampe part 3. abis panjang banget siiih ceritanya.. Yaudah lanjut aja yaa :)

Karena posisi aku yang jauh dari Ibukota (rumah maksudnya) hehe.. maka  orang tuaku lah yang akhirnya mondar-mandir ke beberapa rumah sakit untuk mengonsultasikan penyakitku ini, termasuk akhirnya bertemu dan berkonsultasi dengan dokter Yogi. Singkat cerita, dokter Yogi menyarankan agar aku di biopsi dulu, untuk memastikan apakah tumor ini merupakan tumor jinak atau tumor ganas / kanker. Biopsi itu akan dilakukan di RS. Sahid Sahirman, karena kalau di RSCM pasti antrinya lama, dan ayah aku ingin biopsi itu secepatnya dilakukan.

Jadilah kamis malam itu juga aku di jemput oleh ayahku dan seorang supir untuk pulang. Keesokan harinya, aku dan ibuku ikut ke kantor ayahku untuk cek darah di laboratorium Prodia yang lokasinya ga jauh dari kantor ayahku. Glek! sebenernya takut sih mau disuntik. Tapi jaim laahh.. masa udah gede masih nangis mau di suntik. Hasil darah itu nanti yang akan menentukan aku bisa atau ga untuk menjalani biopsi karena katanya nanti pas di biopsi bakal di bius total. Haduuuhh... akhirnya.. ketemu juga sama hal-hal yang berhubungan dengan operasi-operasian.. bius-biusan.. T_T

Lalu malamnya kami langsung menuju RS. Sahid Sahirman karena biopsinya akan dilaksanakan besok siang. Sepanjang perjalanan mataku takjub melihat lampu-lampu dan gedung-gedung tinggi yang berjejer di kanan dan kiri jalan. Bagiku jalan di jalanan-jalanan di pusat Ibukota merupakan sebuah wisata tersendiri. Apalagi di malam hari. Indah banget yaa.. Ga kalah sama permandangan di daerah wisata lain seperti puncak atau pantai. Apalagi kalau tidak macet seperti malem ini.

Sedang asyik-asyiknya melihat pemandangan dari balik jendela mobil, tiba-tiba mobil kami berbelok dan sampailah kami di kompleks Sahid Sahirman yang ternyata isinya bukan hanya rumah sakit saja, tetapi juga ada apartemen, dan beberapa gedung lain yang aku ga begitu tau itu gedung apa. hehe.. Dan... WOW.. lagi-lagi aku pun terkagum-kagum dengan bentuk rumah sakitnya yang ga seperti rumah sakit pada umumnya, tapi kalo aku bilang lebih mirip hotel (berasa udik banget dehh..). Dengan sedikit canggung aku duduk di soffa di lobby sambil menunggu suster yang sedang mengurus kamar yang aku tempati. Tak lama kemudian sang suster kembali dan mengantarkan kami ke lift yang menuju ke kamar tempat aku akan dirawat di lantaiiii... hmm... oke aku lupa. Pokoknya cukup tinggi sehingga dengan cukup beruntung aku bisa mendapatkan view indah.

Rasanya malam itu aku ga bisa tidur, Antara sayang untuk melewati keindahan city at night, juga karena gugup karena besok adalah pengalaman pertamaku memasuki kamar operasi. Malam itu juga kami dikunjungi dokter anestesi yang menjelaskan prosedur anestesi besok. Sebenarnya dalam biopsi ini bisa saja digunakan bius lokal, tetapi karena lokasinya yang cukup dalam dan dekat dengan tulang, maka dikhawatirkan akan meninbulkan nyeri yang tidak tercover dengan bius lokal. dalam hati aku bersyukur, karena walau pun bius total resikonya lebih tinggi, tapi aku ga bisa ngebayangin seberapa tegangnya aku berada di ruang operasi selama hampir 2 jam dalam keadaan sadar! Huaahh.. Mendingan ga sadar aja dehh..

Keesokan harinya, perutku mulai mulas karena tegang. Tinggal beberapa jam menuju saat eksekusi! Lagi mati-matian menahan rasa tegang, ayahku malah meledekku dengan beberapa kali bilang pada suster-suster yang datang, "Sus, ini anaknya takut niih.. tegang.." I know he just wants to comfort me, but it makes me embarrassed. Apalagi pas ngomongnya waktu ada dokter Yogi dan ini merupakan pertemuan pertamaku dengan dokter Yogi. dokter Yogi cuma bilang, "ga papa kok, ga akan berasa apa-apa." Dan ledekkan itu pun akhirnya sukses membuat aku menitikkan air mata. Semoga aja ga ada yang nyadar..

Bagaimana pun aku kan tau kalo biopsi itu ga seheboh operasi-opersai lainnya. Cuma diambil jaringannya sedikit untuk kemudian diperiksakan di lab. Luka yang dihasilkan pun ga lebih dari ditusuk pake paku (oke ini serem). Makanya berasa cemen banget ga sih kalo ketahuan takut bin tegang cuma gara-gara biopsi.. Tapi kan tetep aja, kalo udah takut mau gimana lagi. Jangankan biopsi, disuntik aja aku takut!

Dan saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Setelah sebelumnya tanganku di infus, kemudian sekitar pukul 14.00 WIB suster pun datang dan mendorong tempat tidurku menuju ruang operasi. Saat itu aku udah sedikit tenang, walau ujung-ujung jari masih keringat dingin. Dalam hati aku terus berdzikir, semoga semuanya berjalan dengan lancar. Sempat teringat beberapa cerita ibu mengenai keadaannya saat operasi caesar. Walaupun cuma bius lokal,tapi masa pemulihannya sungguh berat dan menyiksa. menggiggil kedinginan, mual-mual, bahkan suara orang yang sedang berbicara pun terdengar sangat menyiksa. Cepat-cepat kuhapus ingatan itu dari pikiranku. Bagaimanapun reaksi itu kan berbeda-beda pada tiap orang, tergantung dengan kondisi kesehatan tiap orang. Lagipula hasil cek darahku kemarin bagus kok.. semuanya berada pada range normal. Pasti keadaanku nanti ga bakal sampe segitunya. Amiin..

Kedua orangtuaku hanya boleh menemaniku sampai di depan ruang operasi. Setelah mengganti baju dengan baju operasi, akupun mulai masuk ke ruang operasi. Suasana ruang operasi yang sangat dingin membuatku semakin mulas dan tegang. Pertama-tama aku harus pindah dari tenpat tidur yang tadi digunakan untuk mendorongku ke ruang operasi kesebuah tempat tidur lain yang nantinya akan menjadi tempat operasiku. Lalu, tim dokter pun mulai berdatangan. Obat bius pun mulai disuntikkan melalui selang infusku.

Hal yang terakhir aku ingat adalah ketika doker Yogi sedang mengajakku mengobrol di ruang operasi. Tiba-tiba aja aku sudah dibangunkan. Sayup-sayup kulihat jam di dinding, pukul 5 sore. Berarti udah 3 jam yaa aku tertidur. Lalu aku pun bersiap-siap hati untuk merasakan efek-efek pasca pembiusan.. 1 menit...2 menit... 3 meniiit.. Alhamdulillah... aku ga merasakan apapun.. rasanya cuma kayak habis bangun tidur. Hanya saja kakiku rasanya kaku banget, jadi agak susah buat jalan. Jadinya aku shalat ashar diatas tempat tidur dehh..

Kemudian akupun memutuskan untuk izin kuliah selama seminggu.. kakiku benar-benar kaku dan sulit untuk digerakkan. Apalagi untuk naik tangga. Setelah aku masuk pun aku memutuskan untuk pindah ke kamar asrama yang ada di lantai 2 (sebelumnya aku di lantai 3) agar tidak terlalu banyak bergerak. Pakde ku pun sampai rela cuti dari pekerjaannya dan ngekos di Nangor agar bisa bolak-balik mengantarku dari asrama menuju gedung kuliah. Aku emang ga boleh banyak bergerak, karena khawatir akan memicu tumorku bertambah besar.

Dan, setelah beberapa minggu hasil biopsiku pun keluar. Ternyata benar dugaan dokter Yogi sebelumnya. Aku bukan terkena Schwannoma melainkan Rhabdomyosarcoma alias kanker jaringan lunak. Tapi alhamdulillah kenanya di kaki jadi memungkinkan untuk dioperasi. Sekarang pun aku sedang menjalani radioterapi untuk memastikan tidak ada lagi sisa-sisa sel kanker yang tertinggal setelah operasi.. and this is the reason why I have to leave this semester. Aku ga punya pilihan karena jadwal radioterapi itu tiap hari dari senin sampe jumat. Bismillah.. semoga semua berjalan dengan lancar.. :)







0 komentar:

Posting Komentar

 

Pieces of Life Copyright © 2009 Designed by Ipietoon Blogger Template In collaboration with fifa
and web hosting